Selama liburan, sempat beberapa kali menggunakan kereta untuk pergi ke Jakarta dan Bekasi. Commuter Line. Dulu sewaktu uji coba sistem ini saya kebetulan ikut nyoba juga. Dari mulai uji coba sampai sekarang sudah diberlakukan menurut saya jauh dari kata nyaman. Saya bilang nyaman karena dulu ada kereta express dan kereta ac-ekonominya tidak separah sekarang.
Saya biasa naik dari stasiun Bojong Gede, dua stasiun setelah stasiun Bogor menuju Kota. Setiap kali naik dari stasiun itu, keadaan kereta pasti sudah penuh, tidak bisa saya berharap mendapatkan tempat duduk. Berangkat jam kerja, penuh. Lewat jam kerja, sama saja. Ketika saya naik keadaan sudah penuh, keadaan akan bertambah parah ketika kereta berhenti di setiap stasiun-stasiun berikutnya. Sampai rasanya (maaf) untuk kentut saja susah. Kalau kata orang Sunda rasanya udah mau mejrel ketika keadaan kereta penuh sesak. Ketika saya pulang dari Jakarta, walaupun tengah hari tetap saja penuh, jam tiga, tetap penuh, jam pulang kerja, APALAGI. Setelah pulang jam kerja, sama saja. Saya belum menemukan waktu yang tepat untuk pergi dan pulang naik kereta. :D
Saya selalu naik kereta sendiri, terkadang di kereta suka kesel sendiri.
"Kok naik kereta gini-gini amat."
"Kuatan ya orang-orang yang kerja ke naik kereta dan ga selalu bisa duduk di kereta."
Apa keadaan kaya gini cukup dengan kata prihatin ? Mungkin sesekali para pemimpin harus mengikuti jejak Pak Dahlan Iskan, bagaimana rasanya naik kereta sampe mau mejrel. Baru mungkin mereka merasakan betapa susahnya rakyat.
Belum lagi masalah lain. Penumpang yang naik di atas gerbong. Cobalah lihat apa alasannya sampai para penumpang seperti itu. Rasanya kita tidak bisa menyalahkan para penumpang sepenuhnya. Kenapa mereka melakukannya? Lihat saja, penumpang di dalam gerbong sudah penuh sesak, mereka pun mengejar waktu, sedangkan kereta jadwalnya tetap saja sering tidak karuan (yang katanya lima belas menit sekali). Pantas saja naik di atas gerbong. Apa akibatnya jika jadwal tidak karuan? Penumpukan penumpang. Pastilah akan kacau. Contohnya saya beberapa waktu yang lalu. Di stasiun kota jam satu siang, sedangkan kereta jam dua. Pertama memang sepi, setelah lama menunggu, penumpang makin menumpuk, dan akhirnya? Sama aja penuh mau mejrel.
Bapak pemimpin yang baik, tidak ada salahnya untuk sesekali mencoba pergi bekerja menggunakan kereta, supaya Bapak bisa merasakan apa yang dirasakan rakyat. Bolehlah Bapak mencoba kereta super cepat Shinkansen di Jepang, tapi jangan lupa juga mencoba menggunakan kereta di negeri sendiri. :)