SUMMIT ATTACK GUNUNG GEDE #2
Kepengennya sih ngecamp di Surya Kencana (Surken, padang edelweis), Surken lewat Cibodas karena jalur Gunung Putri ditutup. Tapi boro-boro Surken, sampai di Kandang Badak aja udah Alhamdulillah. Sampai di Kandang Badak numpang di tenda anak Jakarta dulu sedetik karena gerimis mengundang, lalu Mamet dan para cowo bikin tenda, saya nonton aja deh, hahaha. Selesai bangun tenda, waktunya masak! Ahlinya masak memasak serahkan pada Santi, saya mah bantuin doa aja ya, San. Masakan pertama adalah sayur sop, tapi dimasakan pertama ini, nasinya masih gigih (belum mateng), tapi namanya juga di gunung tetep aja enak apalagi kalau lapar. Kalian ga perlu khawatir kalau naik ke Gunung Gede Pangrango, karena banyak sumber airnya. Di Kandang Badak pun kalian bisa bebas mengambil air untuk kebutuhan minum atau memasak. Air di sini dingin banget, kaya air dari kulkas, kalau dimasukin ke botol akua, botolnya pasti berembun, jangan khawatir juga air di sini ga ada rasanya sama seperti air tawar biasanya. Jangan lupa bawa saringan buat air supaya lebih bersih. Tapi ingat ya, air di sini dilarang digunakan untuk bersih-bersih diri seperti mandi menggunakan sabun dll karena airnya akan mengalir ke warga.
Kegiatan malam hari di gunung adalah makan, ngopi, ngeteh, dan ngobrol. Si geng Jakarta itu baik-baik banget, si Bang Roy selalu bikinin teh tubruk dan tehnya enak banget, kata dia itu teh TongJi. Rencananya kita juga bakal Summit Attack ke Puncak Gede bareng mereka. Selain makan ngopi ngeteh ngobrol ada kegiatan lain juga yaitu minta pijitin! Hahahaha. Alhamdulillah kita kali ini bawa seorang fisioterapis, Yogi Haryanto, selain suka ngelawak si Abah Yogi juga jago mijit, jadi sakit bahu karena bawa carrier, sakit kaki, sakit kepala, semua beres kalau ada Yogi. Di Gunung harus tidur cepet-cepet biar ga kesiangan dan harus dapet sunrise.
Jam 3 subuh bangun, masak, kali ini giliran si Mamet yang masak. Masak mie goreng dan nasi yang gampang. Makan adalah satu hal yang penting pas naik gunung, biar ada tenaga. Jam 4 kurang siap, berdoa bareng, Bismillah. Ditambah Geng Jakarta total yang naik ke Puncak Gede berjumlah sepuluh orang. Perjalanan menuju puncak masih seperti biasa, batu-batu. Karena masih gelap saya fokus pake headlamp nunduk ke bawah liat jalan, saya termasuk anak yang sieunan jadi ga berani liat kanan kiri. Semakin ke atas, pepohonan semakin memendek, jalan bukan batu-batuan lagi tapi berubah jadi akar, jangan injek akar, licin. Ciri-ciri semakin dekat ke puncak adalah mulai menemukan pohon cantigi. Sekitar jam 6 kita sudah sampai di Puncak tapi tunggu dulu puncak Gedenya masih lumayan jauh, saya pikir ini sudah puncak. Yaaa setidaknya dari sini sudah bisa melihat pemandangan Gunung Pangrango. Subhanallah.
Di sini aja udah keliatan awan empuk, tunggu ada yang lebih bagusss!
Menuju Puncak Gede yang benerannya, saya, Santi, Vani, dan Yogi sibuk foto-foto, liat awannya yang empuk, pemandangan Gunung Pangrango yang kata Ayogi adalah gunung paling romantis. Kalau yang lain karena ke Gunung Gede udah sering jadi ga terlalu riweuh foto-foto, fokus jalan menuju Puncak Gede, ya maklumlah, baru naik gunung. Jalan menuju Puncak Gede itu didominasi oleh pasir dan batuan, samping kiri kawah, samping kanan jurang, hati-hati. Tapi pemadanangannya ga bisa kebeli sama apapun.
Gunung Pangrango
Penampakan Bang Dul
Setelah puas foto-foto, kami berempat adalah yang terakhir sampai di Puncak Gede. Alhamdulillah, Allahuakbar, Subhanallah. Percaya ga percaya bisa sampai di puncak, 2958mdpl. Rasanya seneng, terharu, dan mikirin mau nulis kata-kata apa hahaha. Di Puncak Gede kita tetep sibuk foto-foto, sibuk nulis tulisan buat difoto, yang riweuh ya semua yang belum pernah naik gunung, yang udah pada sering mah malah sibuk ngeteh.
Berbagai ucapan dari Puncak Gunung Gede, 2958mdpl. 29-10-13.
Foto-fotonya masih banyak tapi kasian ah kalau pada liat nanti jadi pada mau. Hahahaha, cengos. Pas kita sampai di Puncak Gede cuacanya Alhamdulillah cerah, tapi lama kelamaan jadi berkabut dan makin dingin sampe kaya mati rasa, di hpnya Bang Dul sih katanya 14 derajat tapi kayanya lebih rendah dari itu, sotoy. Karena makin lama makin dingin dan berkabut jadi kita memutuskan untuk cepat turun.
FULL TEAM
Perjalanan pulang menuju Kadang Badak lebih gampang, karena turun, bisa bat bet bat bet, pertama-tama sih takut kepeleset atau tisorodot tapi lama-lama seru juga aga lari-larian, kalau kata Vani kaya lagi main game dan kita harus cari jalan yang paling aman. Kali ini juga kita ngelewatin Tanjakan Setan, jadi kita harus nurunin Tanjakan Setan ini, emang setan banget, hampir 90 derajat, kita turun pake tali gitu dan harus hati-hati. Oknum Tanjakan Setan ini adalah Bang Roy, Bang Malik, dan Mamet. Saya kayanya yang paling riweuh paling ga bisa diem, mungkin kalau ga ada cowo-cowo saya udah pasti lama mikir sejam buat turun. Fotonya menyusul yaaaaaaaa. Perjalanan turun itu setengahnya dari perjalanan naik jadi lebih cepet, sampai di Kandang Badak Yogi kabita sama geng Jakarta yang mau pada pulang. Rebahan, lalu makan, rencananya kita bakal pulang besok pagi, tapi?
Nih Tanjakan Setannya.
Unuy Setrong
Riweuh euy
Eh Bu Haji, damang, De?
Awa awaaaaaaaaaaaa
Saking mau foto, yang udah di bawah harus naik lagi, sok pundung Yogi mah.
0 comments