Bali day 03: KINTAMANI, GWK

Melanjutkan tulisan saya tentang tour de bali, bro! :D

Hari ketiga.

"Pa, di mana?"
"Di rumah sakit."
"Lah? Ko?"
"Iyalah kasian ini anak yang sakit"
"Ih, terus teteh sendiri?"
"Yauda pokonya ikutin aja jadwal hari ini, nikmatin..........."

Ternyata hari ini ayah saya berada di rumah sakit karena tadi malam ada murid yang sakit dan saya baru tahu pagi-pagi kalau ayah saya juga ikut ke rumah sakit. Itu artinya...jadi anak ilang lagi! PUNDUNG.

Hari ini mengunjungi Bali Utara. Perjanjian di jadwal jam setangah delapan pagi waktu Bali sudah berada di Central Park, nyatanya? Jam setengah sepuluh. HFFF. Sebelum menuju Desa Budaya Penglipuran, mampir dulu di Dewata, tempat oleh-oleh yang berisi baju dan pernak-pernik khas Bali, tempatnya kecil dan tingkat tiga, menurut saya sih lebih nyaman di Krisna. Tapi di sini juga murah-murah ko. Tidak ada salahnya membeli oleh-oleh di sini.

Naik bis lagi dan menuju Desa Budaya Penglipuran, kalau kata Agnes ini desa yang sering ada di FTV, sedikit terbayang. Perjalanan cukup jauh, sekitar satu setengah sampai dua jam. Nikadek bercerita tentang Leak, insyaAllah nanti akan saya ceritakan lagi, jika masih ingat dan catatannya masih ada, hehe.

Sepanjang perjalanan di kanan dan kiri dihiasi rumah-rumah khas Bali, tidak seperti di daerah kota yang rumahnya sudah modern, di setiap rumah pasti ada sebuah pura kecil atau mungkin tempat untuk berdoa.   Setelah sempat tidur juga, akhirnya sampai di Desa Budaya Penglipuran yang terletak di daerah Kabupaten Bangli, 45km dari Denpasar. Begitu turun dari bis, suasananya sejuk. Dua-duanya teman saya (bukan satu-satunya kerana ada dua orang, hehe) meninggalkan saya entah kemana karena saya kebelet pipis. Ngikutin ibu-ibu, fotoin ibu-ibu dan keadaan sekitar, mau foto ga ada yang fotoin, minta fotoin ibu-ibu hasilnya ga ada yang jadi -______-. Akhirnya saya kabur mencari Teh Merlin dan Rian. Ketemu juga dan langsung foto-foto. 

Setelah Desa Penglipuran, selanjutnya menuju Kintamani! Yang langsung terbayang di otak saya adalah anjing Kintamani dan lagu dari Shaggy Dog.

"...anjing anjing anjing kintamani, beli dari pulau bali.."

Di daerah Kintamani ini terdapat Gunung Batur sebagai salah satu gunung berapi yang masih aktif dan Danau Batur yang merupakan danau terbesar di Bali. Gunung Batur pertama kali meletus tahun 1804 dan yang terakhir tahun 2005, selama rentang waktu tersebut sudah terjadi 26 kali letusan (info ini dari Nikadek a.k.a Agnes, jika sedikit salah mohon dimaafkan mungkin akibat saya tidak mendengarkan tour guide :D). Perpaduan indah antara Gunung Batur, hamparan bebatuan hitam, dan Danau Batur yang biru membuat daerah ini menjadi salah satu tujuan favorit wisatawan di Bali. Di tepi Danau Batur terdapat Desa Adat Trunyan. Konon penduduk Trunyan adalah pemeluk agama hindu asli warisan Majapahit. Keunikan di desa ini adalah cara pemakaman jenazah. Seperti yang kita ketahui, secara umum umat hindu di Bali melakukan ngaben yaitu upacara pembakaran jenazah. Bila ada warga Trunyan yang meninggal, jenazahnya tidak dibakar melainkan hanya diletakkan di sekitar tanah pekuburan. Uniknya, meskipun jenazah hanya diletakkan begitu saja, jenazah-jenazah tersebut tidak mengeluarkan bau busuk. Rahasianya yaitu karena terdapat pohon Taru Menyan yang dibiarkan tumbuh asri dan bau pohon tersebut mampu menetralisir bau busuk dari jenazah-jenazah tersebut. Menurut Nikadek jika ingin ke sana memerlukan waktu satu hari karena perjalanan cukup sulit, baiklah, lain kali akan menyempatkan untuk berkunjung.

Di sini kami makan di salah satu restoran yang entah apa namanya, view-nya Gunung dan Danau Batur, indah. Kebetulan makan kali ini banyak sekali jenisnya, puas, mengobati rasa kesal juga. Akhirnya di sini foto-foto sama Teh Merlin dan Rian, dan juga seperti biasa fotoin Ka Uta yang ga ada motoin, hehe.

Pulang dari Kintamani sekitar setengah 4 dan masih dua jam menuju tujuan terkahir hari ini Garuda Wisnu Kencana. Hmmm, kayanya ga akan sempet, belum lagi kalau macet, dannnnnn......benar saja! sampai di GWK sudah malam entah jam berapa mungkin sekitar jam tujuh malam. Ayah saya sudah menunggu di sana dan sempat melihat pertunjukan Kecak Kontemporer. Sampai di sana sepertinya bukan saya saja yang cemberut, bertemu ayah saya pun tidak ingin bertanya atau menjawab pertanyaannya, hanya menyerahkan kamera dan jalan ke atas menuju patung Wisnu. Yang terlihat hanya patung Wisnu karena Garuda dibelakang gelap, dan jika kalian bertanya kepada saya, "Bagaimana keadaan di Garuda Wisnu Kencana?" "GELAP!"

Garuda Wisnu Kencana terletak di daerah Unggasan. Patung-patung ini merupakan karya dari pematung Bali yang terkenal yaitu I Nyoman Nuarta. Nikadek sempat bertanya di mana patung ini dibuat dan kami semua menjawab di Bali, tapi ternyata tidak. Patung-patung ini dikerjakan di sebuah studio yang berada Setra Duta, Bandung. Dibuat dari campuran tembaga, dibuat menjadi beberapa lempengan-lempengan lalu dikirim ke Bali dan disambung menjadi patung. Garuda Wisnu Kencana merupakan mega proyek terbesar di Bali yang akan dikembangkan menjadi ikon/landmark bagi pariwisata Bali dan Indonesia. Pembangunan GWK sampai saat ini belum selesai seluruhnya dan jika pembangunan sudah selesai patung ini akan menjadi patung terbesar di dunia mengalahkan Patung Liberty. 

Di GWK saya hanya berfoto di depan Patung Dewa Wisnu. Dan hari ini ditutup dengan makan di Jimbaran. Hari ini, gado-gado.



Desa Budaya Penglipuran




Gunung dan Danau Batur


GWK

Jimabaran





Share:

0 comments